Jakarta – Ahli hukum kehutanan dari Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino, menyatakan bahwa tindakan hukum. Perlu diambil untuk menangani banyaknya kasus penjarahan kelapa sawit.
Dalam sebuah pernyataan di Jakarta pada hari Senin, dia menyoroti banyaknya penjarahan yang terjadi setelah penyegelan dan pengambilan alih ribuan hektare lahan sawit di Kalimantan Tengah oleh Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan.
Sadino mengungkapkan bahwa jika penjarahan ilegal ini tidak segera dihentikan, hal itu dapat mengganggu produktivitas industri kelapa sawit yang mendukung perekonomian negara.
“Saya khawatir kejadian ini akan menyebar ke wilayah lain, terutama di tempattempat yang sudah dipasang tanda. Ini berarti arahan Presiden Prabowo Subianto tidak diindahkan, yang meminta agar produksi dan keberlanjutan industri sawit tidak terganggu,” ujar Sadino.
Dia menyatakan bahwa pemerintah menghadapi keterbatasan dalam jangkauan dan dana, sehingga pengawasan tidak mencakup seluruh area karena luasnya lahan sawit yang terpisah. Selain itu, pendekatan pengamanan oleh TNI bukan bagian dari tugasnya.
Bagi perusahaan, hal ini menimbulkan kebingungan karena Perpres No 5 Tahun 2025 memberi peluang bagi negara untuk mengambil alih lahan sawit meskipun tidak tercakup dalam Undangundang Cipta Kerja.
Sadino berpendapat bahwa aparat keamanan seharusnya tidak memasang tanda kepemilikan sebelum status lahan dipastikan jelas, karena negara juga akan kesulitan dalam mengatasi masalah sosial yang muncul.
Dia juga menilai pengambilalihan lahan oleh Satgas bertentangan dengan Pasal 110A dan 110B UU No 6 tahun 2023 mengenai Cipta Kerja.
Lebih lanjut, pengambilan lahan yang sudah memiliki izin hak guna usaha (HGU) dipastikan akan menurunkan minat investor untuk berinvestasi di sektor perkebunan.
Menurut Sadino, status hukum Satgas bisa menjadi bahan perdebatan dalam penegakan hukum.
Dia berharap keberadaan Satgas tidak menghalangi proses produksi dan produktivitas lahan sawit.
“Saya sangat berharap agar hal ini tidak mengganggu perekonomian. Tanah yang sudah memiliki hak, seperti SHM (sertifikat hak milik), HGB (hak guna bangunan), dan HGU (hak guna usaha) yang bukan kawasan hutan, seharusnya dikeluarkan,” kata Sadino.
Sektor kelapa sawit memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian negara. Menurut Kementerian Keuangan, diperkirakan kapasitas produksi nasional industri kelapa sawit tahun 2023 mencapai Rp729 triliun.
Industri sawit memberikan kontribusi sekitar Rp 88 triliun kepada APBN 2023, yang terdiri dari penerimaan pajak Rp 50,2 triliun, PNBP Rp 32,4 triliun, dan Bea Keluar Rp 6,1 triliun.
Saat ini, sektor sawit di Indonesia melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja.